7 Agustus 2011

Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau usia kehamilan 20 minggu. (terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu)
Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
• Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
• Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
• Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis
• Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
Patogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
Manifetasi Klinis
• Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
• Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
• Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
• Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus
• Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dario ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
• Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah abortus
• Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
• Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
Komplikasi
• Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi
• Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah.
Jenis Abortus
1. Abortus imminens
Abortus imminens ialah peristiwa perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens ialah peristiwa peradrahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya peforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
3. Abortus inkompletus
Abortus inkomplitus ialah pengeluaran sebagan hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Perdarahan pada abortus inkomplitus dapat banyak sekali , sehingga menyebabkan syokj dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa konsepsi dikeluarkan.
4. Abortus kompletus
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
5. Abortus servikalis
Abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi membesar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis.
6. Missed abortion
Missed abortion ialah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon progesteron. Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
7. Abortus habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Etiologinya pada dasarnya sama dengan etiologi abortus spontan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Sistem TLX ini merupakan cara untuk melindungi kehamilan.
8. Abortus infeksiosus, abortus septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedang abortus septik ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke daam peredaran darah atau peritoneum
Diagnosis
1. Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak gejala / keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum dan riwayat obstetri / ginekologi.
2. Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan pervaginam abnormal harus selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan.
3. Pemeriksaan fisis umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik. jika keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera
4. Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium
5. Jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan penunjang (ambil sediaan sebelum pemeriksaan vaginal touche)
6. Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar dan letak uterus. Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke dalam ostium dengan mudah / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi serviks). Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa atau tanda akut lainnya. 

sumber : http://enyretnaambarwati.blogspot.com

Solutio Plasenta

Solusio plasenta ialah pelepasan placenta sebelum waktunya dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam disidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplsenter.
Hematoma dapat semakin membersar kearah pinggir plasenta sehingga jika amniok horion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaiknya apabila amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).

Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi
1. Keadaan umum penderita relatif lebih baik 1. Keadaan penderita lebih jelak
2. Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit 2. Plasenta terlepas luas, uterus keras/kejang
3. Jarang berhubungan dengan hipertensi 3. Sering berkaitan dengan hipertensi
4. Merupakan 80% dari solusio placenta 4. Hanya merupakan 20% dari solusio plasenta
5. Sering disertai toxaemia
6. Pelepasan biasanya komplit

(Manuaba, 1999)

B. Etiologi
Sebab primer solusio plasenta belum jelas tapi diduga bahwa penyebabnya adalah :
1. Hipertensi assentiaus atau pre eklamsi, dekompresi uterus mendadak
2. Tali pusat yang pendek, anomali atau tumor uterus defisiensi gizi
3. Trauma, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan kokain
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil (hydromnion gemeli) obstruksi vena kavo inferior dan vena ovarika
Disamping itu juga ada pengaruh terhadap :
1. Umur lanjut
2. Multiparitas
3. Defisiensi ac. Folicum
Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam acidua basalis, terjadilah hematoma dalam acidua yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Hematoma ini makin lama makin besar, sehingga bagian plasenta yang terlepas dan tak berfaal. Akhirnya hematoma mencapai pinggir placenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim.
(Mansjoer, 2001)

C. Gejala-gejala
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
2. Anemia dan shock : beratnya anemia dan shock sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
3. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois)
4. Palpasi sukar karena rahim keras
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah)
8. Sering ada proteinuria karena disertai toxemia
Diagnosis didasarkan atas adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri setelah plasenta lahir atas adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal placenta akibat tekanan haematoma retroplacentair
Perdarahan dan shock diobati dengan pengosongan rahim segera mungkin hingga dengan kontraksi dan retraksi rahim. Perdarahan dapat terhenti. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oxytocin. Jadi pada solusio plasenta pemecahan ketuban tidak dimaksudkan untuk hentikan perdarahan dengan segera seperti pada placenta previa tapi untuk mempercepat persalinan dengan pemecahan ketuban regangan dinding rahim berkurang dan kontraksi rahim menjadi lebih baik, disamping tindakan tersebut transfusi sangat penting (Winkjosastro, 2005).

D. Terapi
Atasi syok
1. Infus larutan NS/RL untuk restorasi cairan, berikan 500 ml dalam 15 menit pertama dan 3 l dalam 2 jam pertama
2. Berikan transfusi dengan darah segar untuk memperbaiki faktor pembekuan akibat koagulatif
Tatalaksana oliguria atau nekrosis tubuler akut
Tindakan restorasi cairan, dapat memperbaiki hemodinamika dan mempertahankan eksresi sistem urinaria, tetepai bila syok terjadi secara cepat dan telah berlangsung lama (sebelum dirawat), umumnya akan terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan oliguria (produkdi urin < 30 ml/jam) pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi anuria yang mengarah pada nekrosis tubulus renalis. Setelah restorasi cairan dilakukan tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut dengan : a. Furosemida 40 mg dalam 1 liter krostoloid dengan 40-60 tetes/menit b. Bila belum berhasil gunakan manital 500 ml dan 40 tetes/menit Atasi hipofibrigonemia 1. Restorasi cairan/darah sesegera mungkin dapat menghindarkan terjadinya koagulopati 2. Lakukan uji beku darah (bedside coagulation test) untuk menilai fungsi pembekuan darah (penilaian tidak langsung kadar ambang fibrinogen)). Carananya sebagai berikut : a. Ambil darah vena 2 ml masukkan dalam tabung kemudian diobservasi b. Gangguan bagian tabung yang berisi darah c. Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapiran koagulasi dipermukaan, lakukan hal yang sama tiap menit d. Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7 menit, maka diperkiran titer fibrinogen dianggap di bawah nilai normal (kritis) e. Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek bila tabung dimiringkan, keadaan ini juga menunjukan kadar fibrinogen di bawah ambang normal. 3. Bila darah segera tidak dapat segera diberikan, berikan plasma beku segar (15 ml/kg BB) 4. Bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan kriopresipatat fibrinogen 5. Pemberian fibrinogen, dapat memperberat terjadinya koagulasi desminato intravaskuler yang berlanjut yang berlanjut dengan pengedapan fibrin, pengendapan fibrin, pembendugan mikrosirkulasi di dalam, di dalam organ-organ vital, seperti ginjal, glandula adrenalis hipofisis dan otak. 6. Bila perdarahan masih berlangsung (koagulatif) dan trombosit di bawah 20.000 berikan konsetra trombosit. Hypofibrinogenemia : coagulopathi ialah kelainan pembekuan darah : dalam ilmu kebidanan paling sering disebabkan oleh solusio plasenta, tapi juga dijumpai pada emboli air ketuban, kematian janin dalam rahim dan perdarahan postpartum. Kadar fibrinogen pada wanita yang hamil biasanya antara 300-700 mg dalam 100 cc. bila kadar fibrinogen dalam darah turun di bawah 100 mg per 100 cc terjadilah gangguan pembekuan darah. Terjadinya hipofibrinogenemia : Fase I : pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, vena terjadi pembekuan darah disebut disseminated intravaskuler clotting, akibatnya ialah bahwa peredaran darah kapiler (microcirculasi) terganggu. Jadi pada fase I turunya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut. Maka fase I disebut juga coagulopatihi consumtif. Diduga bahwa hematom retroplacentair mengeluarkan thtomboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrocirculasi terjadi kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoxia, kerusakan ginjal menyebabkan oliguri/anuri, akibat gangguan mocrocirculsi ialah shock Fase II : fase regulasi reparatif ialah usaha badan untuk membuka kembali perdarahan. Darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolyse. Fibrinolyse yang berlebihan lebih lagi menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi perdarahan patologis Penentuan hypofibrinogenaemi Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama maka untuk keadaan akut baik dilakukan clot obsevation test. Beberapa CC darah dimasukkan dalam tabung reagens. Darah yang normal membeku dalam 6-15 menit. Jika darah membeku cair lagi dalam 1 jam maka ada aktivitas fibrinolyse (Winkjosastro, 2005). E. Patofisiologi Terjadinya solusio placenta dipicu oleh perdarahan ke dalam disidua basalis, yang kemudian terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada meometrium sehingga terbentuk hematoma disidual yang menyebabkan perlepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran placenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. Ruptur pembuluh arteri spiralis disidua menyebabkan hematoma retroplacenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan placenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban (Mansjoer, 2001). F. Pengobatan 1. Umum a. Pemberian darah yang cukup b. Pemberian O2 c. Pemberian antibiotica d. Pada shock yang berat diberi kortikasteroid dalam dosis tinggi 2. Khusus a. Teraphy hypoibrinogenemi 1) Subtitusi dengan human fibrinogen 10 gram atau darah segar 2) Menghentikan fibrinolyse dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 s IV selanjutnya kalau perlu 100.000 s/jam dalam infus b. Untuk merangsang diurese : mannit/mannitol Deurese yang baik lebih dari 30-40 cc/jam 3. Obstetris Pimpinan persalinan pada solusio placenta bertujuan untuk mempercepat persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3-6 jam. Alasannya adalah : a. Bagian placenta yang terlepas meluas b. Perdarahan bertambah c. Hypofibrinogenaemi menjelma atau bertambah Tujuan ini dicapai dengan : a. Pemecahan ketuban : pada solusio placenta tidak bermaksud untuk menghentikan perdarahan dengan segera tetapi untuk mengurangi regangan dinding rahim dan dengan demikian mempercepat persalinan b. Pemberian infus pitocin ialah 5 c dalam 500 cc glucase 5% c. SC dilakukan : 1) Kalau cerviks panjang dan tertutup 2) Kalalu setelah pemecahan ketuban dan pemberian oxytocin dalam 2 jam belum pecah juga ada his 3) Hysterektomi dilakukan kalau ada atonia uteri yang berat yang tak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim. (Manuaba, 1999) G. Seksio Sesaria 1. Seksio sesaria dilakukan apabila : a. Janin hidup dam pembekuan belum lengkap b. Janin hidup, gawat janin, tetapi persalinan pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan segera c. Janin mati pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat 2. Persiapan untuk sesaria cukup dilakukan penanggulangan awal (stabilisasi dan tatalaksana komplikasi) dan segera lahirkan bayi karena operasi merupakan satu-satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan. 3. Hematoma meometrium tidak mengganggu kontraksi uterus 4. Observasi ketat kemungkinan perdarahan ulang (koagulopatti) (Manuaba, 1999) H. Partus Pervaginam 1. Partus pervaginam dilakukan apabila : a. Janin hidup, gawat janin, pembekuan lengkap, dan bagian terendah didasari panggul b. Janin telah meninggal dan pembukaan serviks > 2 cm
2. Pada kasus pertama, amniotomii (bila ketuban belum pecah), kemudian percepat kala II dengan ekstraksi forceps (vakum)
3. Untuk kasus kedua, lakukan amniotomi (bila ketuban belum pecah) kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin dla dekstore 5% atau RL, tetesan diatur sesuai dengan kondisi kontraksi uterus.
4. Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan membaik dalam waktu 24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah (perbaikan batu terjadi dalam 2-4 hari kemudian)
(Manuaba, 1999)

I. Manifestasi Klinis
1. Anamnesis
Perdarahan biasanya pada trimester ke III perdarahan pervaginam berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang, perdarahan pervaginam yang banyak, syok, dan kematian janin intrauterin.
2. Pemeriksaan fisik
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok
3. Pemeriksaan obstetri
Nyeri tekanan uterus dan tegang, bagian-bagian janin sukar dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai atau tidak ada air ketuban berwarna kemerahan karena bercampur darah.
(Mansjoer, 2001)

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin
b. Hematokrit
c. Trombosit
d. Waktu protrombin
e. Waktu pembekuan
f. Waktu tromboplastin
g. Kadar fibrinogen
h. Elektrolot plasma
2. KTG untuk menilai kesejahteraan janin
3. USG untuk menilai letak plasma, usia gestasi, dan keadaan janin.
(Mansjoer, 2001) 


sumber : http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010_05_01_archive.html

Placenta Previa

A. Pengertian
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas peritnatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup (sarwono prawirodiharjo).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada Segmen Bawah Rahim (SBR), sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (Rustam : 327). Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus.

B. Klasifikasi

Plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
Jenis plasenta previa:
1. Plasenta previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta.
2. Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir tertutup plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4. Plasenta letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Karena klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologis, maka klasifikasi akan berubah setiap waktu. Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan.

C. Etiologi

Plasenta previa pada primigravida yang berumur > 35 Tahun , 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur < 25 Tahun.
Plasenta previa dapat terjadi pada
1. Keadaan endometrium yang belum matang dan plasenta lebih besar dan tipis
2. Diperkirakan terdapat definisi endometrium dan desi dua pada segmen atau uterus, sehingga plasenta akan meluas dan mendapatkan suplai darah. Hal ini didapatkan pada multipara dengan jarak kehamilan yang pendek dan endometrium hipoplastis yaitu menikah dan hamil pada usia yang masih sangat muda.
3. Endometrium memiliki cacat karena bekas persalinan yang berulang-ulang, kurretage manula plasenta dan bekas operasi.
4. Pada korpus luteum yang bereaksi lambat disebabkan karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
5. Adanya tumor seperti myoma uteri dan polip endometrium.
6. Dan terkadang plasenta previa ini terjadi karena keadaan malnutrisi.
Gambaran klinik
1. Perdarahan tanpa rasa nyeri
2. Darah berwarna merah segar
3. Bagian terbawah janin belum masuk PAP (pintu atas panggul)
4. Kelainan letak plasenta
Tanda utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa alasan tanpa rasa nyeri, biasanya timbul pada bulan ketujuh dan kepala janin tinggi dimana kepala tidak dapat mendekati pintu letak lintang, perdarahan timbul tanpa sebab apapun dan berulang secara tiba-tiba dan lebih banyak mangeluarkan darah dari sebelumnya. Maka sesegera mungkin pasien datang ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pertolongan.

D. Penentuan letak plasenta previa

1. Penentuan letak plasenta secara langsung .
Perabaan fornises / melalui kanalis servikalis, berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak.
2. Penentuan letak plasenta tidak langsung.
USG adalah cara yang sangat tepat, karena tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya & tidak menimbulkan rasa nyeri.
3. Diagnosis
Setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta previa, solusio plasenta dll.
4. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 Minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyak perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
5. Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP, apabila presentasi kepala biasanya kepala masih terapung diatas PAP & sukar didorong ke dalam PAP.
6. Pemeriksaan inspekulo
Bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks & vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsio uteri, polipus serviks uteri, varises vulva & trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum harus dicurigai plasenta previa.

E. Penanganan

Prinsip dasar penanganan
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas untuk melakukan transfusi darah & operasi.
1. Penanganan pasif
a. Jika perdarahan diperkirakan tidak membahayakan
b. Janin masih premature dan masih hidup
c. Umur kehamilan kurang dari 37 Minggu
d. Tafsiran berat janin belum sampai 2500 gram
e. Tanda persalinan belum mulai dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik.
f. Tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam (VT)
g. Tangani anemia
h. Untuk menilai banyaknya perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin & hematokrit secara berkala, dari pada memperkirakan banyaknya darah yang hilang pervaginam.
Tujuan penanganan pasif : Pada kasus tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas. Pada penanganan pasif ini tidak akan berhasil untuk angka kematian perinatal pada kasus plasenta previa sentralis.
2. Penanganan aktif
a. Perdarahan di nilai membahayakan
b. Terjadi pada kehamilan lebih dari 37 Minggu
c. Tafsiran berat janin lebih dari 2500 gram tanda persalinan sudah mulai
d. Pemeriksaan dalam boleh dilakukan di meja operasi.
Terdapat 2 pilihan cara persalinan :
1. Persalinan pervaginam
Bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta & bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung. Sehingga perdarahan berhenti.
Dilakukan dengan cara :
a. Pemecahan selaput ketuban karena
1) Bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah
2) Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus sehingga pelepasan plasenta dapat dihindari
2. Pemasangan Cunam Willett dan versi Braxton Hiks
Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.

Prognosis

Pada plasenta previa dengan penanggulangan yang baik maka kematian ibu rendah sekali,tapi jika keadaan janin buruk menyebabkan kematian perinatal prematuritas. 

sumber : http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010_05_01_archive.html

Ketuban Pecah Dini ( KPD )

Ketuban Pecah Dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir atau vagina sebelum proses persalinan.
Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. Ketuban dinyatakn pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Abdul Bari Saifuddin,2002 ).
Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran chorio-amniotik sebelum persalinan yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm atau disebut juga Premature Rupture Of Membrane/Prelabour Rupture Of Membrane ( PROM).
Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorio-amniotik sebelum persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane/Preterm Prelabour Rupture Of Membrane (PPROM). Ketuban pecah lebih dari 24 jamsebelum pelahiara disebut ketuban pecah memanjang.

B. Etiologi

1. Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
2. Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :
a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Keadaan sosial ekonomi : Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
f. Faktor lain :
1) Faktor golongan darah : akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan.
2) kulit ketuban.
3) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
4) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
C. Prisip Dasar Ketuban Pecah Dini
1. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalianan berlangsung.
2. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam Obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan mordibitas dan mortalitas perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu.
3. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua fakto tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
4. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan.
D. Diagnosa
Tabel 1.1: Diagnosa cairan vagina
No. Gejala dan tanda
yang selalu ada Gejala dan tanda
kadang-kadang ada Diagnosis kemungkinan
1. Keluar cairan ketuban - Ketuban pecah tiba-tiba
- Cairan tampak di introitus
- Tidak ada his dalam 1 jam Ketuban pecah dini
2. Cairan vagina berbau
Demam/menggigil
Nyeri perut
- Riwayat keluarnya cairan
- Uterus nyeri
- Denyut jantung janin cepat
- Perdarahan pervaginam sedikit
Amnionitis
3. Cairan vagina berbau
Tidak ada riwayatketuban pecah - Gatal
- Keputihan
- Nyeri perut
- Disuria Vaginitis / servitis
4. Cairan vagina berdarah - Nyeri Perut
- Gerakan Janin Berkurang Perdarahan banyak Perdarahan antepartum
5. Cairan berupa lendir darah - Pembukaan dan pendataran serviks
- Ada his Awal persalian

E. Penilaian Klinik

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat, tentukan pecahnya selaput ketuban, ditentukan dengan adanya cairan ketuban di vagina. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1. Riwayat
a. Jumlah cairan yang hilang : pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan cairan yang besar diikuti cairan yang terus-menerus. Namun, pada beberapa kondisi pecah ketuban, satu-satunya gejala yang diperhatiakan wanita adalah keluarnya sedikit cairan yang keluarnya terus-menerus (jernih, keruh, kuning, atau hijau) dan perasaan basah pada celana dalamnya.
b. Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan kegel: membedakan PROM dari inkontinensia urine.
c. Waktu terjadi ketuban pecah.
d. Warna cairan: cairan amnion dapat jernih atau keruh, jika bercampur mekonium, cairan akan bewarna kuning atau hijau.
e. Bau cairan: cairan amnion memiliki bau apek yang khas, yang membedakannya dengan urine.
f. Hubungan seksual terakhir: semen yang keluar dari vagina dapat disalahartiakan sebagai cairan amnion.
2. Pemeriksaan fisik.
Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan amnion. Apabila pecah ketuban telah pasti, terdapat kemumgkinan mendeteksi berkurangnya cairan karena terdapat peningkatan molase uterus dan dinding abdomen disekitar janin dan penurunan balotemen dibandingkan temuan pada pemeriksaan sebelum pecah ketuban. Ketuban yang pecah tidak menyebabkan perubahan yang seperti ini dalam temuan abdomen.
Melakukan inspeksi atau pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
b. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
c. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
d. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.

F. Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.

G. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)

Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent (L.P) /“lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
H. penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.


Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.

Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam. 


sumber : http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010_05_01_archive.html

Bounding Attachment

1. Secara harfiah kata bounding dapat diartikan sebagai ikatan dan Attachment adalah Sentuhan.
2. Attachment adalah proses penggabungan berdasarkan cinta dan penerimaan yang tulus dari orang tua terhadap anaknya dan memberikan dukungan asuhan dalam perawatannya. Bonding adalah masa sensitive pada menit pertama dan beberapa jam setelah kelahiran dimana kontak ibu dan ayah ini akan menentukan tumbuh kembang anak menjadi optimal.
3. Menurut Kannel dan Kalus (1998) menyatakan bahwa bounding attachment dapat didefinisikan sebagai hubungan yang unik antara dua orang yang sifatnya spesifik dan bertahan seiring berjalannya waktu. Mereka juga menambahkan bahwa ikatan orangtua terhadap anaknya dapat terus berlanjut bahkan selamanya walau dipisah oleh jarak dan waktu dan tanda-tanda keberadaan secara fisik tidak terlihat.
4. Ikatan orangtua terhadap anaknya dimulai dari sejak periode kehamilan dan semakin bertambah intensitasnya pada saat melahirkan (Kannel dan Kalus (1998).
5. Bidan dapat menfasilitasi perilaku ikatan awal antara orang tua dan anaknya dengan cara menyediakan lingkungan yang mendukung sehingga interaksi yang baik antara ibu dan ayah terhadap bayinya dapat terjalin dengan baik
6. Kelahiran adalah sebuah momen yang dapat membentuk suatu ikatan antara ibu dan bayinya. Pada saat bayi dilahirkan adalah saat yang sangat menakjubkan bagi seorang ibu ketika ia dapat melihat, memegang dan memberikan ASI pada bayinya untuk pertama kali. Dan masa tenang setelah melahirkan disaat ibu merasa rileks , memberikan peluang ideal untuk memulai pembentukan ikatan batin.
7. Seorang bayi yang baru dilahirkan mempunyai kemampuan yang banyak misalnya bayi dapat mencium, merasa, mendengar dan melihat. Kulit mereka sangat sensitif terhadap suhu dan sentuhan dan selama satu jam pertama setelah melahirkan mereka sangat waspada dan siap untuk mempelajari dunia baru mereka. Kontak kulit ke kulit sangat dianjurkan selain untuk bayi tetap hangat juga agar terjadi ikatan batin antara ibu dan bayi segera setelah lahir.
8. Jika tidak ada komplikasi yang serius setelah bayi lahir dapat langsung diletakkan diatas peut ibu, kontak segera ini akan sangat bermanfaat baik bagi ibu maupun bayinya karena kontak kulit dengan kulit membantu bayi tetap hangat.


sumber : http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010/09/respon-orangtua-terhadap-bounding.html

Seksualitas dan Gender

Seksualitas dan Gender
a.  Definisi Gender
Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil kontruksi budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan dukungan masyarakat itu sendiri.
Bias Gender adalah suatu pandangan yang membedakan peran , kedudukan, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan delam kehidupan keluarga.
Relasi gender adalah menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam kerja sama saling mendukung atau saling bersaing satu sama lain.
b.  Defini seksualitas
   Seksualitas merupakan bagian Itegral dari manusia. Seksualitas didefenisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari lubuk hati paling dalam, dapat berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri maanusia sebagai mahluk seksual.
Karena itu pengertian dari seksualitas merupakan sesuatu yang lebih luas dari pada hanya sekedar kata seks yang merupakan kegiatan fisik hubungan seksual.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Yang secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan.
c. Elemen seksualitas
Di tinjau dari berbagai sudut baik biologis, psikologis, maupun sosio dan kultural, seksualitas mencakup diri sendiri dan individu lain. Seksualitas merupakan proses yang berkesinambungan, yang berubah sesuai dengan usia, sesuai dengan
peran yang ada di masyarakat sesuai dengan gender serta interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Seksualitas harus di pandang secara keseluruhan dalan konteks kehidupan manusia dan dalam berbagai dimensi. Karena pandangan tentang seksualitas mencakup siapa kita dan apa yang kita kerjakan.
1. Elemen biologis
1.1. PERKEMBANGAN AWAL
Perbedaan Biologis antara laki-laki dan perempuan di tentukan sejak masa konsepsi. Janin perempuan mempunyai dua kromosom X dari setiap orang tua. Janin laki-laki mempunyai kromosom X dan Y. Kromosom X dari ibu dan Y dari ayah. Awalnya tidak ada perbedaan yang menonjol dari perkembangan janin. Sejak tujuh minggu masa konsepsi, organ seksualitas laki-laki mulai terbentuk karena pengaruh hormon testeteron. Dan pada waktu yang sama organ seksual perempuan mulai terbentuk karena kurangnya testeteron, bukan karena adanya hormon esterogen. Pada masa puberitas, hormon membantu untuk menyempurnakan. perkembangan laki-laki dan perempuan. Perempuan mulai menstruasi dan terbentuk ciri seks skunder. Laki-laki mulai membentuk sperma dan ciri seks sekunder.
1.2. RESPON SEKSUAL DEWASA
Orang dewasa melakukan hubungan seksual untuk kesenangan dan untuk melanjutkan ketutunan. Laki-laki dan perempuan dewasa normal menjalankan peran dan identitas gender yang kuat.
1.3. MENAUPOSE
Menapause ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi dan merupakan akhir dari kemampuan reproduksi wanita. Istilah klimakterium sebenarnya lebih tepat karena menggambarkan proses berkurangnya produksi esterogen oleh ovarium, berubahnya permukaan uterus,
berkurangnya ukuran vagina dan klitoris.
1.4. PENUAN DAN SEKSUALITAS
Seksualitas tidak ada hubungananya dengan usia. Tetapi usia ada hubungannya dengan seksualitas. Manusia selalu membutuhkan keakraban (intimacy) dan sentuhan selama hidupnya. Kemampuan untuk melakukan
hubungan seksualitas tidaklah berakhir dengan menapause. Ada sedikit perubahan yang terjadi dengan penuaan yang berdampak terhadap hubungan seksual.
Usia
Laki-lai
Perempuan
Setengah Baya
Ereksi lama, berkurang Ejakulasi (Dini). Penekanan pada sentuhan. Kesuburan baik. Bangkitnya gairah seksual berkurang, biasanya karena stress atau penyakit. Sering
terjadi pembesaran prostat
Berhentinya menstruasi, Kesuburan berparisi,menipisnya mukosa vagina, gairah seks karena efek androgen.
Kadang ada peraan takut
hamil.
Dewasa Tua
Mengecilnya ukuran penis dan testis. Meningkatnya masa pulih setelah orgasmus. Berkurangnya senssai penis, kemampuan ejakulasi. Kesuburan bervariasi. Dapat diakibatnya karena efek
samping obat dan penyakit.
Menurunya cairan vvagina,
lemah pada daeraah pubis.
Mukosa rapuh karena
menurunnya esterogen.

Infertil.
2. Elemen psikologis.
2.1. IDENTITAS GENDER
Identitas gender merupakan perasaan seseorang menjadi laki-laki atau perempuan, dan mendeskripsikan perasaan seseorang akan sifat kelakilakiannya atau kewanitaanya. Peran gender merupakan bagian dari identitas seseorang. Masyarakat mempunyai peran penting dalam perkembangan identitas gender. Begitu bayi lahir langsung memiliki identitas gender. Diberikan baju dan mainan tertentu. Selain itu respon orang dewasa
terhadap anak laki-laki dan perempuan berbeda tergantung pada cara dia di besarkan dan gaya mengasuh anak. Ketika anak tumbuh, ia menyatukan informasi dari masyarakat dan dari persepsi tentang dirinya untuk membangun identitas gender. Pada usia tiga tahun, anak tahu tentang dirinya sendiri, sebagai anak perempuan atau anak laki-laki. Mereka juga tahu bahwa tidak akan dapat mengubah seks dengan mengubah penampilannya. Josselyn (1969), mengemukakan bahwa sumber utama identitas seksual yang menentukan konsep seseorang akan dirinya dan orang lain sebagai wanita/pria tergantung dari :

♦ Ciri biologis yang di turunkan
♦ Konsep dan peran gender
2.2. PERAN GENDER
Peran gender merupakan ekspresi publik tentang identitas gender. Hampir semua ahli sosial yakin bahwa pengaruh sosial (orang tua, teman seusia dan media) merupakan kekuatan perkembangan utama dalam pembelajaran atau peran gender. Selain itu peran gander juga dapat dipelajari dari lingkungan individu berada, termasuk di sekolah dan di rumah. Pembelajaran formal tentang informasi spesifik tentang organ seksual, perubahan tubuh sehubungan dengan puberitas dan keinginan untuk menunda hubungan seksual sampai seseorang dianggap dewasa untuk melakukan hubungan seksual.
Pembelajaran yang paling berpengaruh melalui sistem nilai seksual dalam keluarga dan masyarakat. Anak mendapatkan sikap tentang suatu nilai tersebut sejak dini. Sering kali pola ini melibatkan represi dan menghindari topik seksual yang dianggap sebagai pengalaman negatif. Sumber pembelajaran yang juga berpengaruh, adalah berbagai lambang dan diskusi dengan teman sebaya. Meskipun demikian tidak sepenuhnya peran gender merupakan ciri masyarakat. Walaupun demikian, ada perbedaan prilaku anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, bahkan semenjak masih bayi. Diperkirakan hormon seks mempunyai pengaruh pada otak dan prilaku. Peran gender merupakan area seksualitas yang tumbang tindih antara komponen psikologis, biologis dan sosiokultural.

2.3. ORIENTASI SEKSUAL
Orientasi seksual merupakan pilihan hubungan intim seseorang dengan lawan jenis atau sejenisnya. Mayoritas orang dewasa mengidentifikasi dirinya heteroseksual, yang berarti memiliki gairah seksual dengan lawan jenisnya. Kira-kira 10 % mengidentifikasi dirinya dengan homoseksual (Gay
pada laki-laki dan Lesbian pada wanita). Sejumlah kecil orang adalah Biseksual, mereka mempunyai hubungan intim dengan kedua jenis. Orang yang transeksual, tidak puas dengan keadaan fisiknya, karena tidak sesuai dengan peran identitas gendernya. Mereka seringkali merasa terperangkap dalam tubuh yang salah. Bertahun-tahun, masyarakat menyamaratakan homoseksual dengan transvertisme. Walaupun demikian, kedua hal ini tidaklah merupakan
fenomena yang sama. Merupakan kesalah-mengertian bahwa lesbian adalah perempuan yang ingin jadi laki-laki dan gay adalah laki-laki yang ingin jadi wanita. Laki-laki gay sering memang punya sifat kewanitaan dan wanita lesbian punya perilaku kelaki-lakian. Tetapi hampir semua laki-laki homoseksual dan wanita lesbian puas dengan gender laki-laki atau perempuannya. Keseimbangan seks dan seksualitas sangat penting dicapai oleh individu. Karena hal ini berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat sesuai dengan identitas gender yang disandangnya. Kemampuan pencapaian keseimbangan seks dan seksualitas ini dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya dari sejak fase pertumbuhan dan perkembangan pada awal kehidupan individu, seperti tentang pengenalan identitas dan peran gender yang dipelajari individu di lingkungan tempatnya berada sesuai dengan ciri gendernya, contoh : adanya perbedaan prilaku dan peran antara anak laki-laki dan perempuan.

Karena identitas gender tersebut, prilaku gender dan norma seksual berbeda antar kultur dan berubah sesuai dengan zaman. Perlu di mengerti yang terpenting bukan norma itu sendiri, tetapi yang lebih penting adalah apakah norma itu di mengerti dan di terima oleh orang-orang pada kultur atau masyarakat dimana individu tinggal.

Istilah gender di ketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan bentukan budaya yang di konstruksikan, di pelajari dan disosialisasikan. Dengan mengenali perbedaan gender sebagai sesuatu yang tidak menetap, tidak permanen, memudahkan kita untuk membangun gambaran tentang realitas perempuan dan laki-laki yang dinamis yang lebih tepat dan lebih cocok dengan kenyataan yang ada pada masyarakat. Dengan kata lain kita perlu memisahkan perbedaan jenis kelamin dan gender adalah konsep jenis kelamin biologis yang bersifat permanen dan statis itu tidak dapat digunakansebagai alat analisis yang berguna untk memahami realita kehidupan dan dinamika perubahan relasi lelaki dan perempuan.
Secara sederhana perbedaan gender telah melahirkan perbedaan peran, sifat dan fungsi yang terpola sebagai berikut :
*      Konstruksi biologis dari ciri primer, skunder, maskulin dan feminim
*      Konstruksi sosial dari citra peran baku ( Stereotype ).

  1. Diskriminasi Gender
Bentuk-bentuk diskriminasi gender
          Ketidak adilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat sistem dan struktur sosial dimana baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai perbedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki secara yang berluka perlakuan  maupun sikap, yang tidak langsung berupa dampak suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan yang telah berakar dalam sejarah adat, norma, ataupun dalam berbagai struktur .
             Marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang menakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat dinegara berkembang seperti pengusutan dari kampung halamannya, eksploitasi dan sebagainya.  Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi.  Misalnya banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan.  Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan yang mendapatkan peluang pendidikan.  Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
     Contoh-contoh marjinalisasi:
*      Pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi baru yang dikerjakan laki-laki
*      Pemotongan padi dengan peralatan mesin yang diasumsikan hanya membutuhkan tenaga dan keterampilan laki-laki, menggantikan tangan-tangan perempuan dengan ani-ani.
*      Usaha konveksi yang lebih suka menyerap tenaga perempuan
*      Peluang menjadi pembantu rumah tangga lebih banyak diberikan kepada perempuan

             Subordinasi (penomorduaan) pada dasarnya adalah keyakinan salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan yang lebih rendah dari pada laki-laki. Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki. Kenyataannya yang memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyrakat yang menimbatasi gerak perempuan di berbagai kehidupan.   Sebagai contoh apabial ada seorang istri yang hendak mengikuti tugas belajar atau hendak bepergian keluar negeri, ia harus mendapat izin suaminya. Tetapi apabila suami yang akan pergi ia bisa mengambil keputusan sendiri tanpa harus mendapat izin istrinya. Kondisi semacam itu telah menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting sehingga jika kemampuannya ia bisa menempati posisi penting sebagai pimpinan.
    Stereotip (citra buruk) yaitu pandangan buruk terhadap perempuan. Salah satu jenis steoretype yang melahirkan ketidak adilan dan diskriminasi bersomber dari pandangan gender kerena menyangkut pelabelan atau penandaan terhadap salah satu jenis kelamin tertentu. Misalnya perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya. Label perempuan sebagai ”ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka jika hendak aktif dalam ”kegiatan laki-laki” seperti kegiatan politik, bisnis maupun birokrasi.
    Violence (kekerasan), yaitu serangan fisik dan psikis, merupakan suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Berbagai kekerasan tehradap perempuan sebagai akibat dari perbedaan peran muncul dalam berbagai bentuk. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisk saja seperti pemerkosaan, pemukulan, dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik seperti pelecah seksual, ancaman dan paksaan sehingga secara emosional perempuan atau laki-laki yang mengalaminya akan merasa terusik hatinya. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotip diatas. Misalnya : suami membatasi uang belanja dan memonitor pengeluarannya secara ketat, Istri menghina/mencela kemampuan seksual atau kegagalan karier suami.
    Beban kerja berlebihan, yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. Sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidak adilan gender adalah beban kerja yang harus dijalankan oleh salah satu jenis kelamin tertentu. Dalam rumah tangga pada umumnya, beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki, dan beberapa yang lain dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi menunjukan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan rumah tangga, sehingga bagi mereka yang bekerja diluar rumah, selain bekerja diwilayah publik mereka juga harus mengerjakan pekerjaan domestik. Misalnya, seorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melahirkan, menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang ia juga ikut mencari nafkah (di rumah), dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan tanggung jawab diatas.

Senam Nifas

Manfaat Senam Nifas
a. Manfaat latihan secara umum :
1). Membantu penyembuhan rahim, perut dan otot pinggul yang mengalami trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut ke bentuk normal.
2). Membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar akibat kehamilan dan persalinan serta mencegah pelemahan dan peregangan lebih lanjut.
3). Menghasilkan manfaat psikologis, manambah kemampuan menghadapi stress dan bersantai sehingga mengurangi depresi pasca persalinan.
b. Manfaat khusus latihan perineal :
1). Membantu menghindari terjadinya mengompol akibat stress.
2). Mencegah turunnya organ-organ pinggul.
3). Mengatasi masalah seksual.
c. Manfaat khusus latihan perut :
1). Mengurangi risiko sakit punggung dan pinggang.
2). Mengurangi varises vena.
3). Mengurangi edema di kaki.
4). Mengatasi kram di kaki.
5). Mencegah pembentukan gumpalan darah dalam vena (thrombi)
6). Memperlancar peredaran darah

2. Tips Berlatih
a. Lakukan pemanasan dengan gerakan-gerakan ringan.
b. Lakukan latihan singkat, tetapi sering dibandingkan latihan yang berat tetapi hanya sekali-sekali.
c. Lakukan latihan dengan perlahan, jangan mengulang suatu seri terlalu cepat tanpa jeda istirahat.
d. Beristirahatlah di antara latihan karena perbaikan otot terjadi saat ini – bukan saat otot digerakkan.
e. Jangan berlatih lebih dari yang dianjurkan, meskipun Anda merasa sanggup melakukannya.
f. Berhentilah sebelum lelah.
g. Jangan melakukan latihan sit up penuh, menekuk lutut ke arah dada, atau pengangkatan dua kaki, selama 6 minggu pertama pasca persalinan.

3. Tahap-tahap Senam Nifas
a. Latihan tahap pertama : 24 jam setelah persalinan
1). Latihan Kegel (latihan perineal)
Lakukan gerakan seperti menahan buang air kecil tahan 8-10 detik. Latihan ini dapat dilakukan dimana saja, bahkan saat berbaring setelah melahirkan
2). Latihan pernafasan diafragma yang dalam
Ambil posisi berbaring terlentang lutut ditekuk kemudian ambil napas sambil kencangkan otot-otot perut dan hembuskan napas perlahan lewat mulut.
b. Latihan tahap kedua : 3 hari pasca persalinan
1). Latihan mengangkat pinggul
Ambil posisi berbaring terlentang lutut ditekuk kemudian hirup nafas sementara anda menekan pinggul kelantai, selanjutnya hembuskan nafas dan lemaskan. Mulailah dengan 3 - 4 kali, kemudian secara bertahap sampai 12 lalu 24 kali.
2). Latihan mengangkat kepala
Tarik napas dalam-dalam, angkat kepala sedikit sambil menghembuskan napas, kemudian turunkan kepala perlahan sambil menarik napas.
3). Latihan meluncurkan kaki
Secara berlahan julurkan kedua tungkai kaki hingga rata dengan lantai, kemudian geserkan telapak kaki kanan dengan tetap menjejak lantai kebelakang kearah bokong, pertahankan pinggul tetap menekan lantai geserkan tungkai kaki kembali kebawah, ulangi untuk kaki kiri.
Mulailah dengan 3 - 4 kali geseran setiap kaki, lalu secara bertahap sampai 12 x atau lebih dengan nyaman.
c. Latihan tahap ketiga : setelah pemeriksaan pasca persalinan
1). Latihan mengencangkan otot perut
Ambil posisi dasar, letakkan tangan di perut kemudian kencangkan otot perut dan kendurkan lagi. Gerakan harus ke arah dalam dada tidak boleh ikut bergerak.
2). Latihan merapatkan otot perut
Tahan otot perut dengan tangan, angkat kepala dan pundak dari bantal seolah Anda hendak duduk. Ulangi 5 kali.
3). Latihan merampingkan pinggang
Letakkan dua tangan di pinggang dan tekan keras-keras seolah-olah sedang mengencangkan ikat pinggang kemudian kendurkan. Ulangi 5x
4). Berlutut
a). Sikap merangkak bertumpu pada lutut dan telapak tangan. Gerakkan pinggang ke atas, ke bawah, sambil kencangkan otot perut.
b). Gerakkan pinggul dan kepala ke kiri dan ke kanan bergantian.
5). Latihan meregangkan badan
a). Berbaring telentang. Kencangkan otot perut, Gerakkan lengan di samping badan seolah hendak menjangkau mata kaki secara bergantian. Luruskan kembali. Lakukan pada masing-masing lengan 5x.
b). Berbaring miring. Kencangkan otot perut, gerakkan lengan lurus ke atas kepala dan kaki lurus-lurus ke bawah sehingga badan membentuk garis lurus. Istirahat, ulangi 5x.
6). Duduk
Letakkan tangan di atas kepala, otot perut dikencangkan ke dalam dan gerakan tubuh ke depan untuk memegang jari-jari kaki. Ulangi 5x.
7). Berdiri
Berdiri tegak kemudian perut dikencangkan ke dalam.
8). Berbaring telungkup
Berbaring dengan bantal di bawah kepala dan sebuah lagi di bawah perut kemudian kencangkan otot perut. berbaring tidak boleh lebih dari 20 menit.

sumber : http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010/09/senam-nifas.html